Jangan Lengah, Arus Laut Dunia sedang Melemah

Menilik ke samudera dunia, kondisi sirkulasi arus sedang melemah yang mengancam keberlangsungan hidup manusia.

Nabilah Rizki
7 min readMar 16, 2021
Arus Laut membentuk daerah upwelling di pesisir Mexico dan Amerika Tengah. Photo from Oceancolour.

Kalau kita berpergian ke pantai kita seringkali melihat banyaknya ombak yang berderu datang ke bibir pantai secara terus menerus, akibat adanya energi yang seakan — akan menggerakannya.

Pada beberapa kesempatan, kita juga bisa mendapati kondisi permukaan air laut berubah dari lebih rendah ke lebih tinggi secara terus menerus, karena ada pengaruh proses pasang surut di perairan itu.

Terkait besar energi air yang datang merupakan bentuk peran dari gelombang di lautan dan dalam prosesnya akan membentuk suatu pola arus. Dengan itu, secara ilmiah arus diartikan sebagai gerakan air yang menimbulkan terjadinya perpindahan massa air secara horizontal.

Dalam bidang oceanography, arus memiliki jenis yang beranekaragam. Sehingga, jenis arus dikelompokkan pada beberapa jenis. Klasifikasi itu terdiri dari segi faktor pembentuknya, letaknya, karakter airnya, hingga effect dari activity sea itu sendiri.

Secara prosesnya, energi (gelombang) yang menggerakkan massa air laut tersebut berasal dari matahari. Adanya perbedaan pemanasan matahari terhadap permukaan bumi, akan menimbulkan pula perbedaan energi yang diterima permukaan bumi.

Perbedaan ini menimbulkan fenomena arus laut dan peran angin yang menjadi mekanisme untuk menyeimbangkan energi di seluruh muka bumi.

Proses pembentukan arus ini akan terus terjadi dan berlangsung. Selama alam semesta dan dunia seisinya terus berinteraksi. Arus ini akan terbentuk dan terus bergerak di seluruh perairan laut hingga ke pesisir.

Secara lingkup dunia, terdapat sistem atau siklus arus global yang selalu menjadi ‘primadona’ di kalangan peneliti kelautan. Sebab, ia merupakan siklus arus terbesar dan merupakan lintasan pergerakan semua arus, baik bersifat hangat maupun dingin dalam scope yang luas (banyak negara menjadi bagian siklus ini, termasuk Indonesia). Unik ya kan?

Ilustrasi pergerakan siklus conveyor belt, arus hangat (merah) dan arus dingin (biru). Photo from The National Oceanic and Atmospheric Administration.

Kira — kira, siklus apa ya itu?

Yap! Conveyor Belt.

Conveyor Belt atau jaringan global arus samudera dipelopori oleh Wallace Broecker, yaitu seorang ilmuwan pertama yang juga mengemukakan kekhawatiran tentang perubahan iklim (meteorology, climatology) dan mempopulerkan istilah pemanasan global.

Secara ilmiah, conveyor belt didefinisikan sebagai siklus thermohaline yang terjadi di lautan dengan terdapatnya proses gerakan arus dingin di lapisan dalam dan air yang hangat di permukaan. Sedangkan, sirkulasi thermohaline itu suatu sirkulasi atau gerakan massa air yang timbul akibat adanya perbedaan densitas air laut dalam arah vertikal.

Arus ini menggerakkan air dengan sangat lambat ke berbagai tempat di dunia. Begitu lambatnya, dibutuhkan waktu selama 1.000 tahun bagi air dalam arus laut global conveyor belt untuk mengelilingi Planet Bumi. Karena gerakan arus yang lambat ini, kita tidak bisa melihat arus global conveyor belt ketika kita berada di pantai atau laut.

Meskipun lambat, sirkulasi thermohaline global penting karena sejumlah besar air laut bagian atas diubah menjadi air dasar dalam, sekitar 15.000.000 meter kubik per detik (m3/dtk) di cekungan samudra Atlantik. Sebagai perbandingan, gabungan semua sungai di dunia mengalirkan sekitar 1.000.000 (m3/dtk) air tawar ke laut.

Keberadaan conveyor belt ini dapat mempengaruhi dalam proses pembentukan awan potensial, siklon hingga gejala global ENSO dan arus lintas samudra.

Apa manfaat keberadaan arus ini? Apakah sangat penting bagi manusia?

Jawabanya adalah sangat penting. Pergerakan arus ini yang menyebabkan terjadinya distribusi panas di lautan. Sedangkan di atmosfer menyebabkan peristiwa El Nino dan El Nina, distribusi nutrisi laut seperti persebaran plankton dan koloni ikan, pertumbuhan batu karang, dan komposisi kimia laut lainnya. Kehadiran mikronutrisi, komposisi kimia air laut, dan plankton sangat penting dalam keberlangsungan rantai makanan di laut.

Sebagai pengingat saja, sekitar 70% oksigen di atmosfer berasal dari hasil fotosintesis plankton. Sehingga jika arus ini rusak atau berhenti bekerja, maka oksigen akan berkurang, dan bumi akan mengalami anoxic event atau kondisi minim oksigen yang tentunya mengancam makhluk hidup yang bernapas dengan oksigen.

Lalu, apa kabar ocean conveyor belt kita saat ini?

Di Atlantik, ocean conveyor belt dikenal sebagai The Atlantic Meridional Overturning Circulation, atau disingkat AMOC. Arus Teluk, arus yang didorong angin yang membawa air hangat ke utara di sepanjang pantai AS, adalah bagian utamanya.

Jika AMOC terus melemah dengan kecepatan yang ditunjukkan oleh penelitian baru, hal itu akan mempengaruhi suhu dan pola cuaca di semua negara yang berbatasan dengan Samudra Atlantik, serta di laut itu sendiri dengan mengubah pola curah hujan di sekitar ekuator.

Ilmuwan pusat tersebut mengatakan peningkatan level CO2 di atmosfer telah mempengaruhi AMOC dan memperlambat redistribusi panas di Atlantik Utara. Perairan di sepanjang Landas Kontinen Timur Laut telah menghangat, dan Teluk Maine telah menghangat lebih cepat dari 99% lautan global selama 10 tahun terakhir, memengaruhi distribusi ikan dan spesies lain serta mangsanya.

Dalam catatan sejarahnya, The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) telah mencatat bahwa antara tahun 1906 dan 2005 suhu rata-rata global telah meningkat sebesar 0,74˚C dan diperkirakan akan terus meningkat. Meskipun hanya ada sedikit penelitian atau bukti tentang sejauh mana hubungan antara iklim dan sirkulasi termohalin global, beberapa prediksi telah dibuat.

Ada beberapa bukti yang dapat menunjukkan bahwa peningkatan suhu global dapat mengurangi jumlah pembentukan es laut. Penurunan jumlah pembentukan es laut akan mengurangi pembentukan dasar air.

Karena pentingnya air bawah dalam sirkulasi thermohaline global, transpor panas ke kutub dari ekuator akan berkurang jika sirkulasi thermohaline melambat atau berhenti. Daerah kutub akan menjadi lebih dingin karena tidak menerima banyak panas.

Air laut di daerah tropis (seperti Indonesia) cenderung lebih hangat. Hal ini yang menjadikan iklim di lintang menengah dan tinggi juga tetap cukup hangat. Pemanasan global akan mengakibatkan terjadinya pencairan es di kutub.

Echoners, bisa baca selengkapnya terkait pencairan es di artikel sebelumnya:

Perubahan iklim atau yang sering kita sebut dengan Global Warming telah menimbulkan dampak yang signifikan terhadap laut. Diyakini, akibat fenomena alam tersebut, sirkulasi arus laut dunia atau Ocean Conveyor Belt telah berubah.

Hal tersebut menimbulkan kondisi yang ekstrem. Air laut bisa menjadi panas sekali atau dingin sekali. Dari berbagai sumber diperoleh informasi perubahan Ocean Conveyor Belt dipicu kuat oleh terjadinya pemanasan global.

Selama ini proses pembekuan air laut di daerah kutub dengan melepaskan garam, sehingga menjadikan salinitas air laut menjadi lebih tinggi. Akibatnya, densitas air laut di daerah Kutub Utara pun lebih tinggi dibanding daerah sekitarnya yang memiliki lintang lebih rendah atau daerah tropis.

Kekosongan karena turunnya massa air laut yang memiliki densitas yang besar tersebut akan diisi oleh massa air laut di sekitarnya, yaitu dari daerah lintang yang lebih rendah atau daerah tropis.

Menurut laporan IPCC, para ilmuwan memperkirakan bahwa di cekungan samudra Atlantik, sirkulasi thermohalin eakan melambat selama abad ke-21. Jika sirkulasi thermohaline cekungan samudra Atlantik dihentikan, iklim di Eropa Barat dapat terpengaruh.

Hal ini mengakibatkan bertambahnya jumlah air laut, sehingga terjadi pengenceran air laut.

Lalu dampaknya apa?

Kadar densitas air laut akan menjadi berkurang, sehingga proses sinking (downwelling) di lautpun akan melemah.

Melemahnya proses ini akan mengurangi jumlah air hangat yang masuk dari daerah tropis. Sehingga, kondisi iklim di lintang menengah dan tinggi tidak lagi sehangat sebelumnya dan perubahan itu akan berlangsung lebih lama.

Dengan berkurangnya air permukaan hangat yang mengalir dari daerah tropis, angin barat yang biasanya menyebabkan iklim sedang di Eropa akan mengambil lebih sedikit panas saat bergerak di atas lautan, sehingga daerah Eropa akan jauh lebih dingin.

Wah, bisa — bisa aktivitas manusianya bisa berubah! dan dapat diprediksi life-culture bisa ikut berubah juga ya?

Pakar perikanan di Timur Laut mengatakan berlanjutnya pelemahan AMOC (diperkirakan akan terus memanaskan daerah itu jauh lebih cepat daripada rata-rata. Hal itu akan “berdampak lebih jauh pada perikanan dan sumber daya kelautan hidup di wilayah tersebut,” kata peneliti Vincent Saba dari Northeast Fisheries Science Center NOAA.

Ilmuwan pusat tersebut mengatakan peningkatan level CO2 di atmosfer telah mempengaruhi AMOC dan memperlambat redistribusi panas di Atlantik Utara. Perairan di sepanjang Landas Kontinen Timur Laut telah menghangat, dan Teluk Maine telah menghangat lebih cepat dari 99% lautan global selama 10 tahun terakhir, yang sangat memengaruhi distribusi ikan dan spesies lain serta mangsanya.

Di ujung paling selatan Atlantik, sirkulasi air yang dalam dan dingin di dekat Antartika juga rentan terhadap gangguan, menurut penelitian terbaru di jurnal Science Advances.

Tren peningkatan konsentrasi CO2 di bumi. Photo from InsideClimate News.

Dengan kejadian ini, apa yang bisa dilakukan?

Penelitian terkait AMOC baru-baru ini tidak menunjukkan apa implikasi jangka panjangnya, jadi tidak pasti apakah sirkulasi dapat stabil pada tingkat yang baru jika emisi CO2 yang disebabkan oleh manusia dihentikan, jika perubahan akan secara bertahap berlanjut di masa depan, atau jika lautan akan melewati titik kritis iklim ke suatu keadaan baru yang belum diketahui.

Tetapi, dengan memahami efeknya ini sangat membantu orang untuk bersiap. Dan jika para ilmuwan dapat mengidentifikasi di mana perubahan sirkulasi dapat menyebabkan lautan memanas dengan sangat cepat dalam beberapa dekade mendatang.

Hasilnya, pada area tersebut dapat merencanakan potensi badai dan ukuran tambahan kenaikan permukaan laut yang akan terjadi saat lautan menghangat dan meluas. Selain itu, mengidentifikasi bagaimana perubahan sirkulasi laut mempengaruhi wilayah daratan yang berdekatan, dengan gelombang panas, kekeringan atau banjir.

Echoners, bisa baca selengkapnya terkait mitigasi bencana di artikel sebelumnya:

Sehingga mitigasi dan rencana adaptasi mendatang bisa dapat cepat dirumuskan dari sekarang dan selanjutnya dapat membantu masyarakat mengembangkan lebih banyak ketahanan terhadap dampak iklim.

Jangan lupa follow media sosial echolocation dan dengerin podcastnya ya!

https://www.instagram.com/echolocation.id/

https://open.spotify.com/show/7tMACDtFvcQ4S9ed8xcUBf

--

--

Nabilah Rizki

Energy Conservation, Process Improvement and Environment Sustainability Enthusiast